Terinspirasi oleh Perkuliahan Mata Kuliah Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA, Hari Kamis, 16 Oktober 2014, Jam 09.30-11.10, Ruang 201A Gedung Lama, Kelas S2 P.Mat B, Pertemuan Ke 5
Pertanyaan
1:
Apakah semua hal yang
kita pikirkan atau kita latih harus kita reflesikan?
Jawaban
1:
Satu sifat itu meliputi
dimensi yang ada dan yang mungkin ada jika diintensifkan atau diperdalam.
Padahal sifat kita jika di intensifkan meliputi yang ada dan yang mungkin ada,
kita tidak mampu menyebut semua sifat yang kita miliki. Misal bernafas,
bernafas 1, 2, 3, …,n kita tidak bisa menghitung atau bagaimana kita bernafas.
Apalah daya pikiran kita tidak mampu membuka semua pikiran, seperti yang di
akui oleh Socartes “aku tidak mengerti
apapun”. Kalau semua yang kita pikirkan di reflesikan kita harus tahu
dimana dan dengan siapa kita akan mereflesikan, direflesikan terhadap yang ada
dan yang mungkin ada. Refleksi itu harus sesuai dengan ruang dan waktu yaitu
sopan dan santun terhadap ruang dan waktu.
Pertanyaan
2:
Kenapa tingkat teratas
itu hati dan apakah ada batasan pada
hati kita?
Jawaban
2:
Kita bisa menaruh apa
saja di bagian paling atas, tetapi di Indonesia sesuai dengan Pancasila yang
paling atas adalah spiritual.
Pertanyaan
3:
Apa bedanya egois,
mandiri dan pribadi?
Jawaban
4:
Pertanyaan ini mengarah
ke ranah ilmu bidang, filsafat itu berbeda dengan psikologi, kalau psikologi
ada filsafat dengan ditambah dengan perlakuan. Jadi manusia di bekali 2 potensi
yaitu potensi fatal dan potensi vital. Potensi fatal itu mengikuti suratan
takdir dan suratan takdir itu dipengaruhi oleh ikhtiarnya. Contoh potensi, kita
dilahirkan sebagai wanita maka itu adalah takdir kita sebagai wanita takdir
berikutnya yaitu ikhtiar yaitu 20 tahun yang akan datang kita bisa membayangkan
sebagai ibu rumah tangga. Itulah pentingnya berfilsafat untuk mengetahui yang
ada dan yang mungkin ada sesuai dengan kemampuan kita karena tidak ada manusia
yang bisa mengetahui semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka sebenar-benar
manusia adalah manusia yang sempurna yang di ciptakan oleh Allah tetapi dalam
ketidaksempurnaannya.
Pertanyaan
5:
Filsafat ditulis dalam
keadaan jernih, ketika pikiran kacau apakah kita boleh berfilsafat?
Jawaban
5:
Ketika pikiran kacau
berhentilah untuk berpikir ambillah air wudhu dan sholat kemudian berdo’a,
memohon ampun, dan memohon petunjuk kepada Allah. Sekacau-kacau pikiran adalah
awal dari ilmu tetapi jangan biarkan hati itu kacau karena kacaunya hati itu
godaan dari syaitan. Sehebat-hebat kekacauan pikirmu itu perlu disyukuri karena
kita berarti sedang berpikir. Karena pikiran hati jadi kacau berhenti membaca
elegi dan lakukan refreshing. Itulah kenapa spiritualitas di taruh dipaling
tinggi.
Pertanyaan
6:
Bagaimana ikhlas itu?
Jawaban
6:
Keikhlasan itu mencapai
ranah spiritual. Keikhlasan itu masuk ranah hati. Sehebat-hebatnya dayaku
apalah daya untuk mengetahui semua relung hatiku.
Pertanyaan
7:
Bagaimana menggapai
pikiran dan hati yang bersih?
Jawaban
7:
Sesuai dengan kodrat
dan takdirnya, kemudian mengetahui prinsip-prinsip dan teorinya. Salah satunya
adalah sehebat-hebatnya pikiran janganlah merasa hebat dari hati. Contohnya untuk
mengerti Tuhan tidak semata-mata dengan menggunakan pikiran tetapi harus
menggunakan hati. Ilmu dalam pikiran itu urusan dunia jika sudah ke urusan
akhirat maka ada ilmu di dalam hati. Maka wahyu itu bukan diturunkan pada
pikiran Nabi tetapi pada hati para Nabi. Sedangkan untuk pikiran pekerjaanmu
itu tesis, sintesits dan anti tesis. Tesis itu adalah setiap ada dan yang
mungkin ada, diri kita adalah tesis maka diri orang lain adalah antitesis, antara
dirimu dan diriku ada apa diskusikan itulah yang disebut sintesis. Di dalam
pikiran berikhtiar melakukan sintesis sesuai dengan ruang dan waktu, ruang dan
waktu di batasi oleh etik dan estetika dalam kerangka hati, damai dalam hati
dibingkai dengan do’a. Tidak ada manusia bisa mencapai damai dan pikiran jernih
kecuali dengan pertolongan Allah.
Pertanyaan
8:
Teologi bilangan itu
apa?
Jawaban
8:
Teologi bilangan itu
adalah Esa, beda dengan satu, satu itu bisa anakku satu tetapi kalau esa itu
Tuhanku. Itulah teologi dari bilangan. Sosial matematika hubungan antar orang, apa
yang kita pikirkan itu subjektif, pikiranmu dan pikiranku belum tentu sama jika
sama itu pemikiran yang objektif.
Pertanyaan
9:
Bagaimna bertanya yang
baik tentang filsafat?
Jawaban
9:
Bertanya itu bukan
masalah baik dan benar. Jika bertanya seperti ini kita masih berkutat pada
ruang dan waktu tertentu. Kalau masalah baik dan tidaknya dalam filsafat adalah
etik dan estetika yang terikat oleh ruang dan waktu. Belajar filsafat itu
mengajarkan agar kita bisa bersikap sesuai dengan ruang dan waktu, sopan dan
santun terhadap ruang dan waktu karena sebenar-benar ilmu adalah sopan dan
santun terhadap ruang dan waktu. Syarat untuk mengetahui ruang dan waktu adalah
dengan berusaha mengetahui yang ada dan yang mungkin ada.
Pertanyaan
10:
Yang tidak ada didunia
ini ada atau tidak?
Jawaban
10:
Dunia yang berputar
pada waktunya. Dunia itu isomorfis dengan pikiranmu. Pikiran kita dengan
pikiran yang lain juga isomorfis. Yang tidak ada dalam pikiran itu banyak
sekali meliputi ada dan yang mungkin ada.